Card image cap

Kecerdasan Egalitarian sebagai Solusi Preventif Perilaku Kontraproduktif Seniman Banyumas

Penulis :

Tri Oktianti Indrawiani, Suliyanto, Adi Indrayanto

Penerbit :

Universitas Jenderal Soedirman

Keywords :

Abstrak :

Editor Isi : Siti Zulaikha Wulandari
Editor Bahasa : Vera Krisnawati
Tebal : viii, 98 halaman
Ukuran : 15,5 x 23 cm
ISBN : 978-623-465-241-3    


Sinopsis :

Industri kreatif memiliki prospek yang dianggap baik dan memiliki dinamika yang tinggi. Sektor ekonomi ini dicirikan oleh kreativitas para pelakunya untuk menginterpretasi dan menerapkan pengetahuan, siap dan mampu untuk mengadopsi teknologi baru dan model bisnis baru, kesiapan pelakunya untuk membentuk kemitraan kolaboratif, berpikir secara global dan mampu menggunakan teknologi. Salah satu Industri kreatif yaitu sektor produksi kesenian tradisional yang diwadahi oleh sanggar-sanggar seni yang terletak di eks Karesidenan Banyumas (Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara dan Cilacap).
Pekerja seni umumnya memiliki daya kreasi, namun di sisi lain terbiasa dengan pemikiran mandiri sehingga berpotensi untuk menimbulkan konflik antar pekerja seni, hal ini menyababkan perilaku kontraproduktif. Hingga saat ini masih sangat minim seorang pekerja seni yang terlibat secara aktif dalam memajukan sanggar seni yang menaunginya melalui karya-karya yang fenomenal. Umumnya karya seni dihasilkan oleh individu atau seniman tanpa berafiliasi dengan sanggar seni. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi pekerja seni itu sendiri mengingat seni pertunjukan bersifat kolektif. Jikapun tergabung di dalam sanggar, bentuk interaksi yang kerap muncul adalah persaingan karya antar seniman. Hal ini menyebabkan munculnya perilaku kerja kontraproduktif antar pekerja seni.
Kecerdasan egalitarian dibentuk untuk mengatasi permasalahan konflik interpersonal antar pekerja seni yang menyebabkan perilaku kontraproduktif. Konstruk ini dibangun berdasarkan sintesa emotional intelligence (Wong and Law 2002), sedangkan konsep egalitarian dibangun dari konstruk collectivism Hofstede (Hofstde, 1984) serta egalitarian John Locke (1689). Sedangkan teori yang mendasari pengintegrasian kedua konstruk tersebut adalah Emotional Intelligence (Wong & Law, 2002) dan teori budaya nasional (Hofstde, 1984). Kecerdasan emosional dalam buku ini bersumber dari sub-kultur masyarakat Banyumas. Banyumas sebagai satu entitas budaya Indonesia memiliki rujukan dimensi budaya nasional yaitu setara, asertif dan kolektifis.
Buku ini berisi tentang pengembangan konsep kecerdasan egalitarian yang dibangun untuk mengatasi permasalahan konflik interpersonal antar pekerja seni yang menyebabkan perilaku kontraproduktif. Konstruk ini dibangun berdasarkan sintesa emotional intelligence (Wong and Law 2002), sedangkan konsep egalitarian dibangun dari konstruk collectivism Hofstede (Hofstde, 1984) serta egalitarian John Locke (1689). Sedangkan teori yang mendasari pengintegrasian kedua konstruk tersebut adalah Emotional Intelligence (Wong & Law, 2002) dan teori budaya nasional (Hofstde, 1984). Kecerdasan emosional dalam buku ini bersumber dari sub-kultur masyarakat Banyumas. Banyumas sebagai satu entitas budaya Indonesia memiliki rujukan dimensi budaya nasional yaitu setara, asertif dan kolektifis.